Bisnis keluarga adalah salah satu jenis bisnis yang paling tua di dunia dan bahkan
beberapa merek terkenal di Indonesia merupakan bisnis kelurga sebut saja BCA,
Djarum, Indofood, Wing group, hoka-hoka bento, to name a few. Tetapi bisnis
sekelas glodok yang masih memakai approach konvensional mengalami beberapa
kendala ketika dalam tahap transisi menuju professional management dan saat alih
generasi.
Rumus lama tidak lagi cocok- perusahaan keluarga yang masih konservatif
cenderung mempertahankan rumus-rumus yang kurang transparan dan kesulitan
menyesuaikan dengan isu-isu lain yang terkait, termasuk ketika ingin merekrut
tenaga professional.
Dalam beberapa kasus bisnis keluarga yang saya tangani sering factor non-teknis
dan emosi yang memegang peranan penting. Generasi penerus dianggap hanya
kaya teori tanpa praktik. Sebagaian mungkin hanya menghabiskan waktu belajar di
belakang meja dan langsung ingin jadi direktur. Sementara pendiri malas lengser
dibekap pameo generasi pertama membangun, generasi ke dua membesarkan, dan
generasi ketiga menghancurkan. Tapi, tahukah anda, belakangan terjadi
percepatan, yaitu generasi ke dua yang menghancurkan, apa benar?
Founder Syndrome sering menghigapi para pendiri bisnis keluarga, artinya mereka
diliputi oleh phobia, takut tak akan lagi dianggap lantaran tidak lagi berkuasa. Ada
kecenderungan dalam sesi coaching saya menemukan para pendiri ini lebih focus
terhadap ketakutannya ketimbang kesuksesan organisasi. Kondisi ini sering kali
membuat sang pendiri kelihatan ngotot dan sangat kaku. Pendiri kesulitan untuk
mendelegasikan pekerjaan sehingga menjadi sosok one-man show. Coaching will
help founders to delegate and prepare for the successors!
Gap antara pendiri dan calon penerus menganga. Putra mahkota sang pengusaha
sengaja disekolahkan jauh-jauh untuk menimba ilmu sebanyak mungkin. Materi
kuliah bisnis pun tak stagnan, tetapi melesat jauh menyesuaikan problematika
bisnis yang makin kompleks. Materi kuliah bisnis tak sekedar mempelajari
bagaimana membayar ongkos serendah-rendah nya lalu menjual setinggi-
tingginya. Materi bisnis di bangku universitas merangsek ke isu-isu lingkungan,
tanggung jawab social (CSR, corporate social renponsibility) serta
perburuhan. Tentu ini semua masih dalam tataran teori. Sekoper teori itu lalu
dibawa pulang. Nyatanya tal selalu cocok dengan praktik nya. Buku teks Harvard
sangat sulit di praktek nya di kondisi seperti Glodok dengan segala kekurangan dan
style konvensional yang kental.
Mencari suksesi tidaklah mudah dan ini menjadi salah satu kunci umur panjang
perusahaan keluarga. Kurang siapnya generasi penerus,ketakutan pendiri,
keengganan lengser, potensi konflik antarsaudara karena hanya satu yang akan
memimpin di antara beberapa anak pemilik, bisa membuat suksesi gagal.
Bisnis keluarga terbukti menjadi penopang kekuatan ekonomi sebuah keluarga, di
Amerika Serikat, Jepang, Korea begitu banyak bisnis keluarga kelas dunia yang
telah menyumbag devisa negara jutaan dollar. Merek seperti Toyota, Gucci, Wall
Mart, Korean Airlines merupakan bisnis keluarga yang telah menjadi konglomerasi
besar. Di Indonesia pun, sedang terjadi kebangkitan bisnis keluarga dan sudah
terbukti bisnis keluarga lebih tahan krisis, di kelola secara efisien dan memiliki
‘resep’ sukses turun-menurun.
5 Strategi Bisnis Keluarga Menuju Management Profesional:
1. Budaya lisan dirubah menjadi tertulis- reporting yang jelas dan regular
memudahkan semua lini untuk meng-eksekusi strategi yang ditetapkan
2. Rekrut SDM yang mumpuni dan inovatif
3. Memakai system komputerisasi agar meminimalkan kesalahan dan efisiensi
kerja.
4. Memakai parameter kerja untuk evaluasi dan pembenahan secara terus-
menerus
5. Memakai bantuan professional dalam bidang keuangan, IT dan seorang
business coach agar pembenahan berjalan secara terstruktur dan cepat.
Business coaching merupakan strategi yang sering dipilih oleh bisnis keluarga
dalam melakukan transisi “konservatif management menuju professional
management”. Coaching akan menggabungkan kesadaran nilai tradisional serta
harmoni keluarga dengan modernitas bisnis agar menjadi berpadu serasi dan
menguntungkan, guna mencapai tujuan keluarga dan perusahaan. Ada kalanya
seorang business coach berperan menjadi wasit ketika para pemain sudah saling
lepas control, mengingat potensi konflik sangat besar seiring dengan sumber
konflik yang lebih beragam.
It’s time for family business to go from Good To Great!